Secangkir Teh
Saat aku letakan kantung teh serta sesendok gula kedalam cangkir bersamaan pula ku tuang air panas kedalamnya, lalu aku aduk perlahan-lahan agar gula dan tehnya bersatu menjadi paduan yang serasi.
Tiba-tiba aku teringat kopi hitam mu, serta senyum seringaimu saat kau seruput kopi panas sedikit demi sedikit, walau aku tak pernah melihatmu langsung tapi aku yakin rautmu seperti yang kubayangkan.
Aku teguk teh panas itu pelan-pelan, tapi dadaku menjadi sesak, ada perasaan yang tiba-tiba meluap sejadinya, aku diam sejenak memandang cangkir dengan seksama, memperhatian keruhnya air teh,aku bertanya pada diriku sendiri. "Mungkinkah aku merindukanmu lagi, Seseorang yang sedang ku lupakan?"
Tapi kini aroma teh itu, mengingatkan perbedaan kita, bahwa aku lebih suka teh dari pada kopi, tapi kamu selalu meledekku. Katamu "baca buku mu dengan kopi agar tidak mengantuk".
Iya kini aku rindu padamu, udara dingin akibat AC diruanganku semakin menusuk tulang dada, menjadi nyeri dan entah mengapa menjadi pedih kurasa. Aku ingin lari dari bayanganmu, tapi kepulan asap teh semakin membawaku jauh mengingat detail pertemuan kita, walau memang tak banyak kenangan tentangmu.
Aku ingat warna baju mu, topi mu, jam tanganmu, serta senyum tipis mu itu, tak ada yang istimewa, tapi segalanya mampu membuyarkan dunia yang sedang aku jalani.
Aku sering bertanya " ini apa? Perasaan apa?". Tapi setiap kali aku menanyakan itu orang-orang tak percaya. Hingga bingung menyergap menjadi gundah gulana , menjadi puncak rasa pahit yang tidak ingin diingat, saat rasa itu tak ditengok sedikitpun olehmu.
Awalnya aku marah padamu, tapi lambat laun aku paham dan menyadari, segalanya adalah salahku, dari awal adalah salahku.
Maka maafkan aku yang berusaha melupakanmu , menjadi tidak sopan menghilang dari segala duniamu, walau kadang aku rasa kau dapat menemukanku.
Teh manis hangat ini kembali membuatku rindu padamu.
*untukmu orang yang sama didalam beberapa puisiku*
Comments
Post a Comment