Samudera & Kirana (part 2)
Rumput gajah bergoyang mesra seiring angin menghembusnya perlahan, para anak-anak berlari kesana-kemari mengejar layangan jatuh, ada pula yang lebih memilih duduk diantara rumput meresapi angin, mensyukuri hidup yang begitu nikmat.
Laras sedang asyik memandangi layang-layang yang terbang jauh tinggi kelangit biru, matahari tidak begitu terik sehingga ia dengan mudahnya memandangi layangan , atau bahkan lebih dari itu, ia menembus jauh langit-langit melihat mozaik-mozaik lain yang membuat dirinya semakin tersenyum sumringah. Ditengah lamunan panjangnya terhadap langit, ia tiba-tiba terpaku pada wajah yang begitu masam dan tak bersahaja.
"Bagaimana mungkin wanita secantik dia terlihat begitu buruk ditengah ilalang yang Indah ini" batinnya bergeming.
Terus menerus ia pandangi wanita yang berada disebelahnya mencari apa yang salah, apa yang menyebabkan wanita ini terlihat buruk sekali.
"Laras... " Kirana menegur laras yang sedari tadi memperhatikannya.
"Iya Kirana, ada apa? " Laras menjawab tanpa mengubris pandangan tajam Kirana terhadapnya, ia terus meneruskan memandangi sahabatnya itu dengan seksama.
"Laras, apa yang kamu lakukan?! " Kirana bangkit dari duduknya, melangkah menjauhi Laras yang membuatnya risih.
"Tunggu Kirana kamu mau kemana? Sebenarnya apa yang salah dari diri kamu ? Coba ceritakan kepada saya Kirana..!! " teriak Laras mencegah Kirana yang hampir pergi jauh dari tempatnya.
Langkah Kirana terhenti, nafasnya terasa sesak. Sudah tujuh Bulan ini dia mencoba mempertahankan kegigihannya namun ternyata tak semudah itu, setiap hari dia mencoba menahan, namun setiap hari juga rasanya sakit itu semakin menghujam. Dia tidak pernah menyangka perasannya kepada Pria udik itu ternyata begitu dahsyat nya, dia tidak pernah tau asal muasal dari rasa ini. Kirana benci pada pria itu, tapi terlebih dia benci pada dirinya yang begitu kokoh mempertahankan sebuah hubungan yang sama sekali mungkin tidak pernah berarti bagi pria udik pujaan hatinya.
Tak disangka air mata yang dia tahan berbulan-bulan tumpah ruah ditengah lapang ilalang, ditengah-tengah langit cerah tanpa terik matahari, ditengah-tengah anak-anak kecil yang berlari-lari. Kirana tumbang, akhirnya dia kalah pada hatinya yang begitu rapuh sebenarnya, padahal sudah banyak logika yang ia buat untuk mempertahankan kegigihannya ltu.
Laras yang menyadari Kirana sedang menangis, perlahan menuju kesahabatnya, pundak Kirana berguncang hebat, terlihat betul banyak sesak yang ia tahan sendiri. Laras dengan segera memeluk sahabatnya yang sedang rapuh, tangisan Kirana pecah tangisan Kirana tumpah, gadis tangguh yang akhirnya kalah pada cintanya sendiri, pada pengharapannya sendiri.
"Apa yang kamu tangisi Kirana? " Laras bertanya selembut mungkin agar tidak menyinggung hati sahabatnya.
Tapi Kirana terus menangis, seakan air mata ini pembalasan untuk bulan-bulan terkahir kemarin.
Kini lapangan yang sedari tadi hanya ada kecerian, semuanya berubah menjadi haru biru, yang awalnya angin datang dengan lembut, kini angin bak topan yang ingin mengulung bumi, rumput-rumput gajah bergoyang tak beraturan, menabrak satu sama lain, langit yang semulanya biru keabu-abuan kini berubah menjadi abu-abu gelap, suara petir mulai terdengar, hujan tanpa perlahan langsung menumpahkan airnya, membasahi dua gadis desa ditempatnya. Seakan alam ikut menangis, seakan hujan adalah air mata Kirana, air mata gadis yang begitu Setia.
Ditengah gemuruh hujan dan petir Laras mencoba menompang sahabatnya menunju gubuk kecil tak jauh dari tempat mereka, Kirana masih menangis kedua telapaknya dengan Setia menutupi wajahnya yang bengkak memerah. Laras yang tak tau harus berbuat apa hanya bisa memeluk dan mengusap punggung Kirana yang begitu Malang, diakhir-akhir isakannya kirana menyebutkan nama, nama pria udik yang begitu bodoh.
Dia begitu bodoh meninggalkan Kirana tanpa kabar , tanpa kepastian, tanpa ikatan, padahal Kirana adalah kembang desa, sarjana S1 dari kota, dia mengambil konsentrasi ilmu pendidikan, siapa yang tak mau dengannya, perempuan Solehah yang hanya mengetahui satu nama pria, yaitu pria udik itu.
"S.. A.. M.. U.. D.. E.. R.. A.." isakannya begitu membatin seakan ada tombak yang ingin ia tancapkan ke arah mahkluk itu.
Kirana yang Setia berbahagilah.
****
Kirana
Kirana yang Malang..
Kirana yang lapang..
Kau tau cintamu bertepuk sebelah tangan..
Namun kau masih tersenyum tenang.
Kepada mereka kau katakan Mega.
Ada hamparan harapan tak terkira.
Kau tulus terus berdoa.
Memohon harap yang tak kunjung tiba.
Kawan-kawan mu tlah berbahagia.
Mengapa kau tak kunjung pergi saja?
Mencari pria lain yang lebih bersahaja..
Yang mampu menemanimu sampai tua.
Mengapa Kirana?
Mengapa kau berbungkam tak bicara.
Sedih kita melihatmu yang tampak baik-baik saja..
Kita tau parah kau terluka.
Kenapa Kirana?
Pria apa dia?
Katakan pada Bunda dan Ayahanda..
Ada dimana dia?
Pria tak tau diri itu!
Bukan hanya merenggut hatimu tapi juga logikamu..
Segala harap dan citamu..
Menjadi hilang bagai debu.
Kirana..
Kita paham kau Setia.
Tapi bukan kepada pria yang tak membalas mu secuil rasa.
Kau terus berkata Mega.
Kita paham Kirana .
Tapi bisakah kau lupakan dan lanjutkan hidup yang menyenangkan..
Atau menangislah Kirana..
Kita tak kuasa..
Melihat kau tersenyum menahan air dibalik kelopak mata.
Kirana yang Setia..
Berbahagialah..
Comments
Post a Comment