DILEMA
Bosen gak sih sama keadaan akhir-akhir ini. Semuanya serba"panas", serba diktaktor, serba salah ajalah pokoknya. Pegel banget rasanya padahal ngeliat kejadian itu dari media sosial, paling extrim kalo udah nonton bareng ortu di tv. Yap! "karantina" dengan nama berbeda kali ini, balik ngebuat banyak orang kesusahan. Dalihnya mau gak mau, ya harus dilakuin, kalo enggak kita mati, kalo enggak anak-cucu kita gak bisa hidup, kalo enggak orang-orang penting sakit, kalo enggak negara ini bakal musnah.
Hampir keadaan se-extrim ini kita alamin selama dua tahun, sama sekali engga ada kemajuan arah ke arah yang lebih cerah, pernah sedikit bangkit, lalu tumbang lagi. Kayanya yang sakit bukan manusianya, saya pikir yang sakit itu "masyarakatnya". Dari satu individu dan individu lain secara mental meraka sehat-sehat aja, kuat aja kerja sambil nanggung virus, tapi keadaanya malah membuat si kuat yang nanggung itu kudu rehat dulu jangan kerja dulu. Padahal kalo gak kerja gak ada makanan, kalo gak ada makanan ujung-ujungnya individu-individu itu ya mati juga, anak cucu gak bisa hidup juga, orang-orang penting sakit juga karena gak ada yang menyediakan kebutuhan awal meraka, negara bak musnah juga.
Tapi ini emang dilema sih. Virus yang digambarkan berbahaya ini emang nyatanya udah banyak mengambil jiwa-jiwa orang baik, banyak dokter dan perawat yang gugur karena ini. Yang terjangkit juga banyak yang kalah sama virus ini. Sebagai manusia yang memiliki insting bertahan hidup, segala cara dilakukan, mau itu salah, mau itu jahat, mau itu bikin rugi, yang penting bertahan hidup. Sepertinya kita kaya balik lagi pake hukum rimba. Siapa yang kuat dia yang bertahan.
Di Rimba yang serba modern ini, yang pasti kalah adalah individu yang tidak modern tentunya. Para individu yang masih melakukan kegitan jual beli secara konfensional akan merasa paling dirugikan dengan "cara bertahan hidup" belakangan ini. Mereka yang lebih modern tetap akan terus hidup dengan jual beli yang dilakukan melaui digital. Peluang mendapatkan "kekayaan" tidak akan pernah hilang bagi meraka. Keji nya para individu yang modern ini, tidak cukup dengan bertahan di masa ini. Kebanyakan dari meraka juga ikut mengambil curang. Salah satunya dengan berbondong-bondong menaikan tagar tentang kesengsaraan.
Padahal, tidak begitu sengsara, tidak begitu menyulitkan juga. Di cara bertahan hidup sekarnag ini, individu yang masih sangat konvesional bisa tetap bertahan dengan cara mendengarkan sebelum bicara banyak-banyak. Faktanya setelah para pembuat keputusan itu merasa di dengarkan, dan kita sedikit pura-pura nurut saja, cara bertahan hidup yang keji ini akan longgar sendiri. Kalau mau diingat-ingat para pendahulu pernah melakukan gerakan bawah tanah. Gerakan yang diam-diam yang hanya kelompok itu saja yang mendengar, dengan rencana matang gerakan bawah tanah itu membuat kita berada di negara ini.
Andai saja para individu yang merasa merugi itu sedikit tenang, tidak ikut ngamuk oleh tagar yang didedangkan para individu modern. Mungkin saja sekarang sudah sedikit longgar.
Tidak!! ini bukan salah para individu yang merugi, yang rugi pasti berteriak. Meraka yang untung akan terus memaikan tagar, menyulut, lalu pura-pura merasa paling rugi sendiri.
Kawan...
Percayalah, kita semua sama deritanya.
Beban kita sama besarnya.
Keuangan kita sama macetnya.
Pikiran kita sama negatifnya.
Maka, jangan marah dan habiskan sisa tenaga. Duduk dulu, diam dulu, tarik nafas dulu. Sebelum makan nasi, dulu kita makan gandum yang nenek moyang kita kenal rumput. Sebelum ada internet, dulu kita bersusah payah membaca lembaran-lembaran koran yang kecil tulisannya buram kertasnya. Karena kita bukan manusia yang terlahir modern, seharusnya keadaan ini bisa membuat kita kembali menjadi manusia konvensioal yang tulen.
Jangan tersulut media, jangan termakan gosip yang bertebaran di instagram.
Anggap aja mereka dari dunia lain.
Kita hidup di lingkungan yang tenang ini. Ketika beras habis di penyimpanan, masih ada warung klontong yang bersedia dipinjam kan berasnya untuk kita makan. Dunia enggak sekejam itu.
Tenang,,, tarik nafas dulu. Jangan habiskan sisa energi buat marah.
Percuma!! Para pembuat keputusan itu enggak akan berhenti, sebelum ngerasa didenger, sebelum ngerasa usahanya berhasil.
Jadi, yuk ngalah sekali lagi. Nurut dulu.. Biar ini cepat berakhir.
Kalian yang udah untung. Boleh kalian ambil untung sebanyak kalian. Tapi tolong jangan buat kita berfikir ini akhir dari semuanya.
Comments
Post a Comment